Kamis, 10 Maret 2011

INTERAKSI PARASETAMOL DENGAN ALKOHOL


BAB I
PENDAHULUAN
I.1  Latar Belakang.
Alkohol merupakan zat adiktif dan memiliki berbagai bentuk, termasuk bir, asam cuka, anggur, tape ketan/beras, 'alcopops' dan spirits seperti whisky, gin dan vodka.
Alkohol menjadikan otak dan badan lebih santai, dan biasanya diminum untuk efek yang menyenangkan ini. Karena kemampuannya untuk merubah suasana hati dan menyebabkan perubahan fisik, alkohol juga dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis dan sosial. Banyak orang yang merasa bahwa minum alkohol secara moderat (satu atau dua unit alkohol per hari) dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan rasa relaks, dan berfungsi untuk mengundang selera makan. Satu unit alkohol itu sama dengan setengah pint bir berkekuatan normal atau lager, segelas anggur, atau segelas kecil sherry atau port.
Alkohol juga akan meningkatkan risiko perdarahan lambung dan kerusakan hati jika dikonsumsi bersama obat-obat penghilang rasa sakit seperti parasetamol atau asetaminofen. Alkohol juga dilarang diminum bersama dengan obat-obat penurun tekanan darah tinggi golongan beta-blocker seperti misalnya propranolol. Kombinasi alkohol-propranolol dapat menurunkan tekanan darah secara drastis dan membahayakan keselamatan jiwa pasien. Tape, walaupun sedikit, sudah kita ketahui mengandung alkohol, terutama tape ketan atau tape beras. Oleh sebab itu sebaiknya kurangi atau hindari makan tape ketika Anda mengkonsumsi obat-obat yang dapat berinteraksi dengan alkohol seperti yang diuraikan di atas.
Pengaruh makanan atau minuman terhadap obat dapat sangat signifikan atau hampir tidak berarti, bergantung pada jenis obat dan makanan/minuman yang kita konsumsi. Selain itu harus pula difahami bahwa sangat banyak faktor lain yang mempengaruhi interaksi ini, antara lain dosis obat yang diberikan, cara pemberian, umur, jenis kelamin, dan tingkat kesehatan pasien.
Selain itu, orang yang minum alkohol dalam jumlah besar seringkali memiliki pola makan yang buruk dan ini dapat menyebabkan permasalahan kesehatan lain. Alkohol merupakan zat depresif dan dapat menyebabkan atau memperburuk masalah mental, psikologis atau emosional. Bila digunakan bersamaan dengan zat lain, seperti obat penghilang rasa sakit yang biasa seperti parasetamol, alkohol dapat menimbulkan efek yang lebih buruk.
Oleh sebab itu apabila kita ingin meminum obat sebaiknya obat diminum dengan air putih saja agar aman dan tidak berinteraksi dengan bahan makanan juga minuman yang mengandung alcohol.
I.2  Rumusan Masalah.
            I.2.1     Apa kegunaan obat Parasetamol ?
            I.2.2     Apa indikasi Parasetamol ?
            I.2.3     Bagaimana kontraindikasi Parasetamol ?
            I.2.4     Bagaimana mekanisme kerjanya ?
            I.2.5     Bagaimana dosis pemberian Parasetamol ?
            I.2.6     Apakah interaksi obat itu ?
            I.2.7     Mengapa alcohol dapat berinteraksi dengan obat ?
I.3  Tujuan .
            I.3.1     Untuk mengetahui obat Parasetamol.
            I.3.2     Untuk mengetahui indikasi Parasetamol.
            I.3.3     Untuk mengetahui kontraindikasi Parasetamol.
            I.3.4     Untuk mengetahui mekanismekerja Parasetamol.
            I.3.5     Untuk mengetahui dosis Parasetamol.
            I.3.6     Untuk mengetahui interaksi obat.
            I.3.7     Untuk mengetahui interaksi alcohol dengan obat.

BAB II
PEMBAHASAN
II .1  Interaksi Obat.
Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat atau lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan effek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga dapat menimbulkan effek yang merugikan atau membahayakan. Meningkatnya kejadian interaksi obat dengan effek yang tidak diinginkan adalah akibat makin banyaknya dan makin seringnya penggunaan apa yang dinamakan “Polypharmacy" atau “Multiple Drug Therapy”.
Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari dokter yang memuat lebih dari dua macam obat. Dan penderita biasanya mengonsumsi obat dengan makanan apabila obat tersebut diminum, setelah itu penderita makan makanan yang berinteraksi dengan obat itu sendiri dan mengakibatkan toksik atau merugikan kesehatan bagi tubuh penderita. Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke beberapa dokter untuk penyakit yang Sama dan mendapat resep obat yang baru.
Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang seorang penderita mendapat obat lebih dari satu macam obat, menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu selain yang diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu seperti alkohol, kafein.
 Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat membahayakan dengan meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga dapat bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan dengan beta-bloker dalam pengobatan hipertensi.
Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli di toko-toko obat secara bebas. Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyaii pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy cukup banyak. Mekanisme interaksi obat bermacam-macam dan kompleks. Pada dasarnya dapat digolongkan sebagai berikut:

II.2  INTERAKSI  FARMAKOKlNETIKA
Interaksi ini adalah akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada absorbsi, metabolisme, distribusi dan ekskresi sesuatu obat oleh obat lain. Dalam kelompok ini termasuk interaksi dalam hal mempengaruhi absorbsi pada gastrointestinal, mengganggu ikatan dengan protein plasma, metabolisme dihambat atau dirangsang dan ekskresi dihalangi atau dipercepat.

II.2.1. Perobahan absorbsi pada gastrointestinal
Perobahan absorbsi sesuatu obat oleh obat lain dapat terjadi akibat :
a. Perobahan pH.
b. Gangguan pada sistim transport.
c. Pembentukan suatu kompleks
d. Perubahan aliran darah.

II.2.2. Penggeseran ikatannya dengan protein plasma
Suatu interaksi terjadi bila suatu obat menggeser obat lain dari tempat ikatannya dengan protein plasma sehingga kadar obat yang bebas didalam darah meningkat, akibatnya effek obat tersebut bertambah.

II.2.3. Biotransformasi.
Biotransformasi obat terutama terjadi dimikrosoma sel hati. Mikrosoma ini sangat peka terhadap aksi obat berarti produksi enzim-enzimnya dapat bertambah atau berkurang, perangsangan mikrosoma mengakibatkan aktivitas obat menurun sedangkan pengharnbatan menyebabkan aktivitas obat meningkat atau bertahan lama.

II.2.4. Perubahan ekskresi.
Bila sesuatu obat mempengaruhi ekskresi obat lain melalui ginjal, dapat terjadi perobahan aktivitas dan lama kerja sesuatu obat.

II.3  INTERAKSI  FARMAKODINAMIK.
Interaksi ini terjadi bila sesuatu obat secara langsung merubah aksi molekuler atau kerja fisiologis obat lain atau interaksi di mana efek suatu obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi :

II.3.1. Obat-obat tersebut menghasilkan kerja yang sama pada satu organ(sinergisme).
II.3.2.   Obat-obat tersebut kerjanya saling bertentangan (antagonisme).
II.3.3    Obat-obat tersebut bekerja independen pada dua tempat terpisah.
II.4   INTERAKSI  FARMASETIK.
Interaksi ini merupakan interaksi fisiko-kimiawi di mana terjadi reaksi fisiko-kimiawi antara obat-obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas farmakologik obat. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat-obat yang dicampur dalam cairan secara bersamaan, misalya dalam eneti atau suntikan . Campuran penisilin (atau antibiotika beta-laktam yang lain) dengan aminoglikosida dalam satu larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat-obat ini pemakaian kliniknya sering bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan. Beberapa tindakan hati-hati (precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup.

Perubahan efek obat akibat interaksi obat sangat bervariasi diantara individu karena dipengaruhi oleh berbagai eneti seperti dosis, kadar obat dalam darah, rute pemberian obat, eneticsm obat, durasi terapi dan karakteristik pasien seperti umur, jenis kelamin, unsure enetic dan kondisi kesehatan pasien. Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Namun demikian seorang farmasis perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya resiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan pasien.


BAB III
ISI
III.1     PARASETAMOL.
Parasetamol (asetaminofen) merupakan turunan senyawa sintetis dari p-aminofenol yang memberikan efek analgesia dan antipiretika. Senyawa ini mempunyai nama kimia N-asetil-paminofenol atau p-asetamidofenol atau 4’hidroksiasetanilid, bobot molekul 151,16 dengan rumus kimia C8H9NO2 dan mempunyai struktur molekul sebagai berikut :

Parasetamol adalah derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya adalah analgetik dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetiknya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan kodein.
 Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. Parasetamol yang dikonsumsi terus menerus dan sudah lewat masa kadaluarsanya dapat menyebabkan gejala kerusakan hati.
Dalam golongan obat analgetik, parasetamol atau nama lainnya asetaminofen memiliki khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs, obat ini tidak memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang) dan tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan.
Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan usia. Selama bertahun-tahun digunakan, informasi tentang cara kerja parasetamol dalam tubuh belum sepenuhnya diketahui dengan jelas hingga pada tahun 2006 dipublikasikan dalam salah satu jurnal Bertolini A, et. al dengan topik Parasetamaol : New Vistas of An Old Drug, mengenai aksi pereda nyeri dari parasetamol ini. Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CB1.
Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin, komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid. Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh, disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.
Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat.
Prosentase Pengikatan pada protein-nya 25%, plasma t ½ -nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam hati, zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih sebagai konjugat-glukuronida dan sulfat (Tjay dan Rahardja, 2002).
III.2   Mekanisme Kerja.
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.
Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi.
Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif .
Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p-benzo-kuinon imina).
Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal . Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati.

III.3   Indikasi.
Mengurangi rasa sakit kepala, sakit gigi, dan menurunkan panas. Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.
III.4.  Kontra Indikasi.
            Hifersensitif dengan Parasetamol dan defisiensi glucose -6-fosfat dehidroganase dan tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungi hati.



III.5   Efek samping
Jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan nekrose hati yang reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh glutation (suatu tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversible. Parasetamol dengan dosis diatas 20 g sudah berefek fatal. Over dosis bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia. Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsisten atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi (Tjay dan Rahardja, 2002) Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.
III.6   Farmakodinamik
Efek analgetik parasetamol serupa dengan salisilat, yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasi parasetamol sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik (Ganiswara, 1995)
III.7   Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1 sampai 3 jam (Ganiswara, 1995)
III.8   Dosis Parasetamol.
Dosis maksimal sebesar 4.000 mg untuk orang dewasa tampaknya sangat besar dan tidak mungkin tercapai. Tapi tanpa kita sadari, dosis sebesar itu bisa saja kita konsumsi. Bayangkan saja, sebagian besar obat panas dan sakit kepala (untuk orang dewasa) berisi Parasetamol dengan kandungan sekitar 500 mg. Bahkan pada saat ini sudah tersedia obat dengan kandungan Parasetamol yang lebih besar daripada 500 mg, misalnya 650 mg. Itu artinya, 4.000 mg akan setara dengan hanya 6-8 butir obat. Bila sakit kepala hebat dan kita mengonsumsi obat tersebut 3-4 kali sehari dan setiap kalinya 2 tablet, maka dosis tersebut akan tercapai bahkan terlewati.
III.9   Interaksi obat Parasetamol.
·        Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif.
·        Kombinasi dengan obat penyakit AIDS zidovudin meningkatkan resiko neutropenia.
·        Parasetamol/asetaminofen dilarang dikonsumsi dengan alcohol (tape ketan dan beras) karena akan mengakibatkan resiko pendarahan dilambung dan kerusakan hati.
·        Parasetamol diduga dapat menaikan aktivitas koagulan dari kumarin.
·        Paracetamol sering dikombinasikan dengan aspirin untuk mengatasi rasa nyeri pada rematik sebab paracetamol tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti aspirin sehingga bila kedua obat ini digabung maka akan didapatkan sinergi pengobatan yang bagus pada penyakit rematik.
·        Parasetamol diduga dapat menaikan aktivitas koagulan dari kumarin.

Bagaimana kerusakan organ hati bisa terjadi ?
Saat kita mengonsumsi Parasetamol, sebagian besar dari obat tersebut akan diserap dengan cepat melalui dinding usus ke dalam pembuluh darah. Namun ada sekitar 25% obat akan langsung dibuang melalui organ hati. Hati akan mengubah Parasetamol menjadi bentuk yang mudah dibuang melalui urin.
Mekanisme kerusakan hati akibat Parasetamol sesungguhnya disebabkan oleh kenyataan tersebut. Dalam dosis normal, substansi yang terbentuk tidak berbahaya dan mudah dibuang, namun dalam keadaan overdosis, terbentuklah suatu substansi yang toksik yang dikenal dengan nama N -acetyl-benzoquinoneimine (NAPQI). Dan substansi inilah yang menjadi biang kerok kerusakan hati.
Parasetamol memang memiliki rentang keamanan yang cukup sempit. Artinya, sedikit dosis melebihi dosis maksimal sudah berpotensi menimbulkan efek samping. Bahkan bila kita mengonsumsi dosis berlebih dalam jangka pendek, efek samping akut masih bisa terjadi. Pada sebagian orang, misalnya para pengonsumsi alkohol dan penderita gangguan hati, dosis yang lebih kecil sudah bisa menimbulkan efek samping.
Parasetamol dalam kemasan cair yang diperuntukan bagi anak pun bisa menimbulkan overdosis karena dosis per sendok yang tidak standar. Misalnya ada produk yang memiliki kandungan Parasetamol sekitar 120 mg per sendok takar, tapi ada pula yang sekitar 160 mg per sendok takar. Suatu perbedaan dosis yang cukup jauh, khususnya bagi anak-anak. Bila orang tua tidak menyadari perbedaan ini dan mengonsumsi sendiri tanpa petunjuk dokter (karena parasetamol toh dijual bebas di warung), kesalahan bisa saja terjadi.

Apa yang harus dilakukan?
  1. Lebih berhati-hati saat mengonsumsi obat. Baca kandungan obat yang diberikan, khususnya bila obat tersebut adalah obat bebas.
  2. Ikuti petunjuk dokter bila obat tersebut berdasarkan resep dokter
  3. Jangan menambahkan obat bebas saat mengonsumsi obat dokter kecuali telah disetujui oleh dokter
  4. Utamakan pencegahan penyakit, bukan penyembuhan
  5. Bila merasa ada yang aneh setelah mengonsumsi suatu obat, segera hubungi dokter Anda.



Beberapa poin penting yang perlu dicermati dalam penggunaan parasetamol :
  • Hentikan penggunaan parasetamol bila demam berlangsung lebih dari 3 hari atau nyeri semakin memburuk lebih dari 10 hari, kecuali atas saran dokter.
  • Bagi ibu hamil dan menyusui, konsultsikan dengan dokter jika hendak menggunakan obat ini.
  • Orang dengan penyakit gangguan liver sebaiknya tidak menggunakan obat ini.
  • Konsultasikan dengan dokter sebelum mengkombinasi parasetamol dengan obat-obat NSAID, antikoagulan (warfarin), ataupun kontrasepsi oral.
  • Penggunaan parasetamol bersama alkohol dpat meningkatkan toksisitas hati.
  • Konsumsi vitamin C dosis tinggi dapat meningkatkan kadar parasetamol dalam tubuh.




BAB IV
PENUTUP
IV.1   Kesimpulan.
Parasetamol seharusnya tidak dikonsumsi bersamaan dengan alkohol, apalagi pada tape ketan dan tape singkong, karena tape ketan dan singkong mengandung alkohol yang bisa berinteraksi dengan beberapa macam obat salah satunya Parasetamol. Karena akan mengakibatkan resiko pendarahan dilambung dan kerusakan organ hati.
IV.2     SARAN.
         
            Sebaiknya dalam mengonsumsi Parasetamol tidak bersamaan alkohol atau tape ketan dan tape singkong. Karena obat akan berinteraksi dan menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuh terutama kerusakan organ hati dan lambung. Lebih baik mengonsumsi obat dengan air putih, karena air putih akan melarutkan obat dalam lambung dsengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://pharmacyrspuriindah.blogspot.com/2009/02/interaksi-obat-drug-interaction.html

1 komentar:

  1. bagaimana bila kita terlanjur meminum 1 butir obat parasetamol dan 30 menit kemudian kita meminum satu kalenbiir 5% alcohol?

    BalasHapus