Sabtu, 19 Maret 2011

RABIES

BAB I
PENDAHULUAN
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies terutama anjing, kucing dan kera. Sampai kini hanya 5 Propinsi di Indonesia bebas historis rabies, yaitu Kalimantan Barat, Bali,Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Irian Jaya. Sejak tahun 1994 propinsi yang tadinya endemis rabies, telah dibebaskan dari rabies pada manusia pada hewan yaitu di Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta sampai saat ini ada 18 propinsi yang belum bebas kasus rabies.
Pada tahun 1998 terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT. Jumlah rata-rata pertahun kasus gigitan pada manusia oleh hewan penular rabies tiga tahun terakhir (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 (57 %) divaksinasi anti rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (serum anti rabies). Selama tiga tahun ( 1995-1997). Ditemukan rata-rata pertahun 59 kasus rabies pada manusia, seangkan 22,44 spesimen dari hewan yang diperiksa, 1327 (59%) menunjukkan positif rabies.
Mengingat akan adanya bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman masyarakat karena dampak buruknya yang selalu diakhiri dengan kematian, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin, bahkan menuju pada program pembebasan. Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan Nasional dan merupakan kerjasama kegiatan 3 (tiga) Departemen, yaitu Departemen Pertanian (Ditjen Peternakan), Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUOD) dan Departemen Kesehatan (Ditjen PPM & PLP), sejak awal Pelita V 1989 hingga diperpanjang sampai dengan tahun 2005.




I.1     Maksud & tujuan
Tujuan penulis membuat makalah  ini adalah :
1.      Apa itu rabies?
2.      Bagaimana penyebaran virus rabies dari hewan ke manusia?
3.      Bagaimana petunjuk perencanaan dan penatalaksanaan kasus gigitan rabies?
4.      Bagaimana patofisiologi, gejala klinis rabies?
5.      Bagaimana penanganan yang baik dan benar terhadap pasien yang terkena rabies?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1  Patogenesis
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.

II.2  Gejala Klinis
1. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi. Kontraksi otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa dan takikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
4. Stadium Paralis
        Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

II.3  Pemeriksaan Laboratorium
Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang belum sempat dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama, misalnya gejala paralis yang dominan dan mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, cairan serebrospinal dan urin penderita. Walaupun begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari jaringan otak dan bahan tersebut setelah 1 – 4 hari sakit. Hal ini berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies.
Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test (FAT) dapat menunjukkan antigen virus di jaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa negatif, bila antibodi telah terbentuk. Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai hari ke10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan meningkat dengan cepat. Peningkatan titer yang cepat juga nampak pada hari ke 6 – 10 setelah onset klinis pada penderita yang diobati dengan anti rabies. Karakteristik respon imun ini, pada kasus yang divaksinasi dapat membantu diagnosis. Walaupun secara klinis gejalanya patognomonik namun Negri bodies dengan pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatif pada 10 % - 20 % kasus, terutama pada kasus-kasus yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu.

II.4  Penanganan Luka Gigitan Hewan Menular Rabies
           Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain). Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti di atas. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

II.5  Pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan mempertimbangkan hasil-hasil penemuan dibawah ini.
a. Anamnesis :
·        Kontak / jilatan / gigitan
  • Kejadian didaerah tertular / terancam / bebas
  • Didahului tindakan provokatif / tidak
  • Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies
  • Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat di tangkap atau dibunuh.
  • Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies.
  • Penderita luka gigitan pernah di VAR dan kapan?
  • Hewan yang menggigit pernah di VAR dan kapan?
b. Pemeriksaan Fisik
·        Identifikasi luka gigitan (status lokalis).
c. Lain – lain
·        Temuan pada waktu observasi hewan
  • Hasil pemeriksaan spesimen dari hewan
  • Petunjuk WHO
Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki. Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR. Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.

II.6  Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah  sebagai berikut :

II.6.1  Dosis dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan : Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)
ü  Cara pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak di daerah paha).
ü  Dosis
VAKSINASI
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
ANAK
DEWASA
Dasar
0,5 ml
0,5 ml
4 x pemberian :
-   Hari ke-0, 2x pemberian sekaligus (deltoideus kiri dan
   kanan)
-  Hari ke 7 dan 21
Ulangan
-
-

-


b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post  Exposure Treatment)
ü  Cara pemberian : sama seperti diatas
ü  Dosis
VAKSINASI
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
ANAK
DEWASA
Dasar
0,5 ml
0,5 ml
0,5 ml 4 x pemberian:
- Hari ke-0, 2 x pemberian
sekaligus (deltoideus
kiri dan kanan)
- Hari ke 7 dan 21
Ulangan
0.5 ml
0.5 ml

Hari ke-90


2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)
Kemasan :
v  Dos berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml.
v  Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.

a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)
ü  Cara pemberian :Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan (sc) di sekitar daerah pusar. Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagaian fleksor lengan bawah .
ü  Dosis
VAKSINASI
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
KET
ANAK
DEWASA
Dasar
1 ml
2 ml
7 x pemberian setiap
hari
Anak:
3 tahun
ke bawah
Ulangan
0.1 ml
0.25  ml

Hari ke 11, 15, 30 dan
90

b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure Treatment)
ü  Cara pemberian : sama seperti diatas
ü  Dosis
VAKSINASI
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
KET
ANAK
DEWASA
Dasar
1 ml
2 ml
7 x pemberian setiap
hari
Anak:
3 tahun
ke bawah
Ulangan
0.1 ml
0.25 ml

Hari ke 11, 15, 30 dan
90

II.6.2  Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)
1. Serum hetorolog (Kuda)
Kemasasn : vial 20 ml (1 ml = 100 IU)
ü  Cara pemberian : Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra maskuler.
ü  Dosis
JENIS SERUM
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
KET
Serum Heterolog

40 IU/kg BB
Bersamaan dengan pemberian VAR hari ke-0
Sebelumnya
dilakukan
skin test

2. Serum Momolog
Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )
ü  Cara pemberian :Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra muskuler.
ü  Dosis
JENIS SERUM
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
KET
Serum Homolog

20 IU/kg
BB
Bersamaan dengan pemberian VAR hari ke-0
Sebelumnya tidak dilakukan
skin test

II.6.3  Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit (Pre Exposure Immunization)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
ü  Cara pemberian (cara I) : Disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus.
ü  Dosis
VAKSINASI
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
Dasar
I. 0,5 ml
Pemberian I (hari ke – 0)
I. 0,5 ml
Hari ke 28
Ulangan
0,5 ml
1 tahun setelah pemberian 1
Ulangan Selanjutnya
0,5 ml
Tiap 3 tahun
ü  Cara pemberian (cara II) : Disuntikkan secara intra cutan ( dibagian fleksor lengan bawah).
ü  Dosis
VAKSINASI
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
Dasar
I. 0,1 ml
Pemberian I (hari ke – 0)
II. 0,1 ml
Hari ke 7
III. 0,1 ml
Hari ke 28
Ulangan
0,1 ml
Tiap 6 bulan – 1 tahun

2. Suncling Mice Brain Vaccine (SMBV)
Kemasan :
v  Dus berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml
v  Dus berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.
ü  Cara pemberian : Disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagian flektor lengan bawah.
ü  Dosis
VAKSINASI
DOSIS
WAKTU PEMBERIAN
ANAK
DEWASA
Dasar
I. 0,1 ml
I. 0,25 ml
Pemberian I
II. 0,1 ml
II. 0,25 ml
3 minggu setelah pemberian I
Ulangan
III. 0,1 ml
III. 0,25 ml
6 minggu setelah pemberian I
0,1 ml
0,25 ml
Tiap 1 tahun

II.7  Perawatan Rabies Pada Manusia
·        Penderita dirujuk ke Rumah Sakit
  • Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan Ringer Laktat/NaCI 0,9%/cairan lainnya, kalau perlu diberi anti konvulsan dan sebaiknya penderita difiksasi selama di perjalanan dan waspada terhadap tindak–tanduk penderita yang tidak rasional, kadang – kadang maniacal disertai saat–saat responsif.
  • Di Rumah Sakit penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi
  • Tindakan medik dan pemberian obat–obat simptomatis dan supportif termasuk antibiotik bila diperlukan.
  • Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka sewaktu menangani kasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan paramedis memakai sarung tangan, kacamata dan masker, serta sebaiknya dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidurnya .

II.8  Efek Samping Pemberian SAR dan Penanganannya
Reaksi terhadap SAR heterolog dapat terjadi, walaupun serum heterolog yang digunakan sudah dimurnikan dan dipekatkan, sebelum digunakan hendaklah dilakukan pengujian terlebih dahulu (skin test ). Jika digunakan serum heterolog dapat terjadi serum sicknecs ( 15 % - 25 % kasus ), kemungkinan terjadi pula syok anafilaktif.
1. Serum Sickness :
1.1. Gejala dan tanda klinis : panas,urtica.
1.2. Penanganan :
·        Hentikan pemberian SAR.
·        Beri pengobatan simptomatis( antihstamine, dll ).
2. Syok Anafilaktik
Penanganan:
·        Baringkan penderita dengan kaki lebih tinggi dari kepala
  • Beri adrenalin 0,3 – 0,5 ml sc / im. Anak-anak 0,01 mg / Kg BB ( 1ampul adrenalin = 1m1 = 1 mg ).
  • Monitoring “ vital sihn “ ( tanda – tanda vital )
  • Tiap 5 –10 menit ulangi adrenalin( 0,3 – 0,5 ml sampai tekanan sistolik mencapai 90–100 mmHg, denyut jantung tidak melebihi 120 x / menit.
  • Bila nafas berhenti, usahakan pernafasan buatan, kepala ditarik ke belakang dan rahang keatas, beri pernafasan dari mulut ke mulut.
  • Bila jantung berhenti lakukan kompresi jantung luar.
  • Kortikosteroid, seperti oradexon 1 ampul i. v. at dexamethasone 5 – 10 mg i. v.
  • Intra venous Fluid Drip ( IVFD ) : Ringer laktat atau NaCI 0,9 %
  • O2 ( jika ada ).
  • Penderitan yang sembuh jangan terlalu cepat dipulangkan, observasi dulu dengan seksama.


BAB III
 PEMBAHASAN

III.1  Purified Vero Rabies Vaccine ( PVRV )
Komposisi : Vaksin kering beku, 1 dosis imunisasi dengan daya proteksi lebih besar atau sama dengan2,5 ml Internasional Unit, sebelum dan sesudah pemanasan selama 1 bulan pada suhu +37o c. Virus rabies ( Wistar Rabies PM / WI 38 – 1503 M strain ), diperoleh dari biakan pada vero contineous cellines, diinaktivasi dengan beta propiolakton. Maltosa qs 1 dosis imunisasi. Albumin plasenta manusia qs 1 dosis imunisasi Pelarut : NaCI 4 % 0, 5 ml.
Indikasi :
1. Pencegahan rabies kepada mereka yang mempunyai resiko besar untuk mendapat infeksi.
    a. Group profesi :
§  Dokter Hewan
  • Teknisi yang bekerja pada hewan
  • Karyawan laboratorium yang bekerja dengan virus rabies
  • Karyawan rumah potong hewan
  • Petugas kesehatan ( dokter / perawat ) yang menangani kasus luka gigitan hewan penular rabies / penderita rabies.
  • Petugas peternakan yang menangani hewan perular rabies, dll.
b. Bayi, terutama yang berisiko terinfeksi rabies

2. Pengobatan setelah kontaminasi
           Bila seorang pasien yang telah divaksinasi dengan vaksin anti rabies secara komplit dengan VPRV dan dalam jangka waktu 3 bulan setelah divaksinasi digigit lagi oleh anjing, kucing, kera maupun hewan lain yang positif rabies, maka pasien tadi tak perlu divaksinasi lagi : sedangkan, digigit anjing tersangka rabies lagi antara 3 bulan 1 tahun cukup diberi VAR 1 kali pada hari ke0, 1 tahun atau lebih dianggap penderita baru.


Kontra Indikasi
Mengingat pentingnya pencegahan rabies, semua kontra indikasi adalah sekunder bila terdapat kasus tersangka/kontaminasi dengan virus rabies.

Perhatian :
Hati – hati terhadap kasus alergistreptomisin dan/atau neomisin (terdapat dalam vaksin)

Interaksi Obat :
Kortikosteroid dan obat–obat imunosupresif dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi/imunisasi. Pada kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan anti bodi secara serologis.

Efek Samping :
Efek samping yang terjadi seperti : kemerahan dan indurasi ringan pada tempat bekas suntikan. Jarang terjadi demam.

Penyimpanan : Antara 2oC – 8oC

Kadaluwarsa : 3 ( tiga ) tahun

III.2  Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)
       Merupakan vaksin rabies kering untuk manusia. Vaksin ini dibuat dari jaringan otak bayi mencit yang masih menyusui, yang bebas dari kuman patogen. Bayi mencit disuntik intra serebral dengan virus fexed rabies strain Pasteur, dan waktu panen berumur kurang dari 10 hari. Kemudian virus dimatikan dengan betapropio/laktor, ditambah kanamisin 0,025 , mertiolat 0.01 dan dibeku keringkan Vvaksin tidak mengandung faktor paralitik, mempunyai proteksi terhadap 106 LD 50 virus.
Indikasi :
Untuk mencegah timbulnya rabies, pengobatan harus dimulai sedini-dininya setelah digigit oleh hewan yang mencurigakan. Bila seorang pasien yang telah divaksinasi dengan vaksi antirabies secara komplit dengan SMBV dan masih dalam jangka waktu 3 bulan setelah divaksinasi, digigit lagi oleh anjing, kucing dan kera ataupun hewan lain yang positif rabies, maka pasien tadi tak perlu di vaksinasi lagi, 3 –6 bulan, cukup diberi 2 kali sub cutan (sc) di sekitar pusar dengan interval 1 minggu : sedangkan apabila digigit anjing tersangka rabies lagi antara 6 bulan atau lebih dianggap penderita baru. Imunisasi sebelum digigit (Pre Exposure Immunization) sebagai pencegahan misalnya pada pemelihara hewan, petugas kesehatan yang menangani luka gigitan hewan penular rabies dan penderita rabies, petugas peternakan yang menangani hewan penular rabies, pegawai laboratorium yang bekerja dengan virus rabies dan lain–lain .

Reaksi :
            Baik pada suntikan sub cutan intra cutan dapat terjadi reaksi lokal yang tidak berarti, seperti kemerahan, gatal–gatal dan pembengkakan. Bila ini terjadi atasi dengan pemberian obat – obat simptomatis (antihistamine, dan lain–lain ). Sediaan kortikosteroid tidak boleh diberikan. Gejala neuroparalitik sangat jarang terjadi dengan vaksin ini.

Penyimpanan : pada suhu 2oC – 8oC

Kadaluwarsa : Satu (1) tahun

III.3  Serum Anti Rabies (SAR)
           Serum Anti Rabies buatan Perum Bio Farma adalah serum heterolog, berasal dari serum kuda. Serum anti rabies jenis lain ialah serum homolog yang berasal dari serum manusia. Serum ini dibuat oleh IFFA Merieux Perancis dengan nama Imogam dan produksi Cutter USA dengan nama Hyperab / Bayrab. Untuk pemberian serum heterolog, karena serum ini berasal dari serum kuda, sebelum diberikan kepada penderita, perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Skin tes ini dilakukan secara intra cutan ( ic ) sebanyak 0,1 ml cairan ( 1 / 100 ). Jika skin test ( + ) serum heterolog tidak dibenarkan untuk diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar