Kamis, 10 Maret 2011

Interaksi Tertrasiklin dengan susu


BAB I
PENDAHULUAN
1.1        LATAR BELAKANG
       Interaksi obat  adalah  peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan  memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih
lama dalam  tubuh.
       Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai berikut :
             Menyebabkan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan
             Tidak tercapainya efek teraputik seperti yang diharapkan
        Secara umum  suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu obat dan  unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau menyebabkan efek samping tak diduga.
       Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Risiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula berakibat fatal.

1.2        RUMUSAN MASALAH
1.2.1     Apakah yang dimaksud dengan interaksi obat ?
1.2.2     Apakah dampak dari interaksi obat ?
1.2.3     Bagaimanakah klasifikasi interaksi obat ?
1.2.4     Bagaimanakah farmakokinetik obat dalam tubuh ?
1.2.5     Bagaimanakah mekanisme kerja dari tetrasiklin ?
1.2.6     Bagaimanakah mekanisme terjadinya interaksi antara tetrasiklin dengan susu ?

1.3        TUJUAN
1.3.1     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan interaksi obat
1.3.2     Untuk mengetahui dampak dari interaksi obat
1.3.3     Untuk mengetahui klasifikasi interaksi obat
1.3.4     Untuk mengetahui farmakokinetik obat dalam tubuh
1.3.5     Untuk mengetahui mekanisme kerja dari tetrasiklin
1.3.6     Untuk mengetahui mekanisme terjadinya interaksi antara tetrasiklin dengan susu

BAB II
PEMBAHASAN

2.1         PENGERTIAN INTERAKSI OBAT
     Secara umum  suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu obat dan  unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau keduanya, atau menyebabkan efek samping tak diduga. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan, misalnya saja peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan  memperlambat ekskresi penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam  tubuh.
       Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi ini kemungkinan akan timbul sebagai berikut:
             Menyebabkan terjadinya efek samping yang tidak diinginkan       
              karena meningkatnya efek samping dari obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius
             Tidak tercapainya efek teraputik seperti yang diharapkan            
              karena dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat

2.2         DAMPAK INTERAKSI OBAT
                 Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat tidak hanya dikhususkan  pada interaksi antara obat dengan obat, tetapi juga interaksi antara obat dengan  makanan, serta interaksi antara obat dengan herbal.
                
Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi terjadi tidak hanya dengan satu mekanisme tetapi melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum mekanisme interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik.
Obat yang diberikan kepada pasien akan banyak mengalami proses sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar, proses – proses ini dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1.     Fase biofarmasetik
Meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh.
2.     Fase farmakokinetik
Meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat dilepas dari bentuk sediaan.
3.     Fase farmakodinamik
Fase terjadinya interaksi obat dengan tempat aksinya dalam sistem biologi.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Obyek drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin, gentamisin, warfarin objeko, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat sisitem saraf pusat.
Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat,
·          Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat lain. Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat yang memenuhi ciri:
*          Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
*          Obat-obat dengan rasio toksis teraputik yang rendah (low toxic therapeutic ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis teraputik tersebut perbandingannya (atau perbedaannya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis.
·          Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi atau efek obat lain. Untuk dapat mempengaruhi aksi atau efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:
*          Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan menggusur ikatan-ikatan protein obat lain yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik.

2.3     KLASIFIKASI INTERAKSI OBAT
          Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas :
1.         Interaksi secara kimiafarmasetis
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengkibatkn inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang mencampurkan berbagai macam obat .
2.         Interaksi secara farmakokinetik
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat memepengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain.
3.         Interaksi secara fisiologi
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya.
4.         Interaksi secara farmakodinamik
Interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya.

2.4     FARMAKOKINETIK OBAT DALAM TUBUH
·          ABSORPSI OBAT DALAM TUBUH
                 Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Pada klinik pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik, namun akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus pada pemberian oral atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ – organ tersebut.                                                                                                             
                 Adapun faktor – faktor yang dapat mempengaruhi boiavaibilitas obat pada pemberian oral, antara lain :
1.        Faktor  obat
Sifat – sifat fisikokimia seperti stabilitas pH lambung, stabilitas tehadap enzim pencernaan serta stabilitas terhadap flora usus, dan bagaimana formulasi obat seperti keadaan fisik obat baik ukuran partikel maupun bentuk kristal atau bubuk, dll.
2.        Faktor penderita
Bagaimana pH saluran cerna, fungsi empedu, kecepatan pengosongan lambung dari mulai mortilitas usus, adanya sisa makanan, bentuk tubuh, aktivitas fisik sampai dengan stress yang dialami pasien.
3.        Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna
Adanya makanan, perubahan pH saluran cerna, perubahan mortilitas saluran cerna, perubahan perfusi saluran cerna atau adanya gangguan pada fungsi normal mukosa usus.

·          DISTRIBUSI OBAT DALAM TUBUH
Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga akan ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan penyebaran di dalam tubuh, yaitu :
1.        Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyebaran, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal, dan otak.
2.        Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak.                                                                                                           
Distribusi obat dari sirkulasi ke Susunan Saraf Pusat sulit terjadi, karena obat harus menembus Sawar Darah Otak, karena endotel kapiler otak tidak mempunyai celah antar sel mapupun vesikel pinositotik.

·          BIOTRANSFORMASI OBAT DALAM TUBUH
Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dibedakan berdasar letak dalam sel, yaitu Enzim Mikrosom terdapat pada retikulum endoplasma halus dan Enzim Non Mikrosom. Kedua Enzim Mikrosom dan Enzim Non Mikrosom, aktifitasnya ditentukan oleh faktor genetik, sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi.

·          EKSKRESI OBAT DALAM TUBUH
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotranformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini terdiri dari 3 proses, yaitu:
1.        Filtrasi di glomerulus
2.        Sekresi aktif di tubuli proksimal
3.        Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal

2.5     TETRASIKLIN
Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lioyd Conover. Tetrasiklin pertama kali  dipatenkan tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.      
                                
*          Mekanisme kerja tetrasiklin
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif :  
·               Pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik
·               Kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Pada umumnya efek antimikroba golongan tetrasiklin sama (sebab mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika Tetrasiklin.
*          Farmakokinetik
·     Absorpsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura
n cerna. Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan khelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
·     Distribusi
Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan sumsum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri
n dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.
·     Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.

Tabel Nilai Farmakokinetika
Antibiotika
Absorpsi per oral (%)
Waktu paruh (jam)
Short acting
Oksitetrasiklin
Tetrasiklin

58
77

9
8
Intermediate Acting
Demeklosiklin

66

12
Long Acting
Doksisiklin
Minosiklin

93
95

18
16

*          Efek Samping
       Iritasi lambung pada pemberian oral. Tromboflebitis pada pemberian injeksi (IV). Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk kompleks. Pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada janin sampai anak tiga tahun. Pada gigi susu atau gigi tetap, tetrasiklin dapat merubah warna secara permanen dan cenderung mengalami karies. Dapat menimbulkan superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur, dengan gejala adalah diare akibat terganggunya keseimbangan flora normal dalam usus. Absorpsi tetrasiklin dihambat oleh antasida, susu, Koloidal bismuth, Fenobarbital, Fenitoin dan Karbamazepin sehingga mengurangi kadar dalam darah karena metabolismenya dipercepat. Tetrasiklin dapat mempengaruhi kerja Penisilin dan Antioagulan. Efek samping lainnya adalah sebagai berikut :
·           Gangguan lambung
Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini.
·           Efek terhadap kalsifikasi jaringan
Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada gigi dan menganggu pertumbuhan sementara.
·           Hepatotoksisitas fatal
Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah mengalami pielonefritis.
·           Fototoksisitas
Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi bila pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas ini sering dijumpai dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin.
·           Gangguan keseimbangan
Efek samping ini misalnya pusing, mual, muntah terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan mempengaruhi fungsinya.
·           Pseudomotor serebri
Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan pandangn kabur yang dapat terjadi pada orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat membalikkan kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen.
·           Superinfeks
Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.


*          Penggunaan klinik tetrasiklin :
a.         Tetrasiklin                                                                                                                    Tetrasiklin terutama digunakan untuk pengobatan acne vulgaris dan rosacea. Tetrasikin juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran pernafasan, sinus, telinga bagian tengah, saluran kemih, usus dua belas jari dan juga Gonore.
b.         Doksisiklin                                                                                                        Kegunaan Doksisiklin selain seperti Tetrasiklin juga digunakan untuk pencegahan pada infeksi Antraks. Dan digunakan untuk pengobatan dan pencegahan Malaria, serta perawatan infeksi Kaki Gajah.
c.         Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin berguna dalam pengobatan infeksi karena Ricketsia dan Klamidia, pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak dan infeksi karena hubungan kelamin.
d.         Minosiklin
Minosiklin digunakan untuk mengobati infeksi bakteri seperti Pneumonia dan infeksi saluran nafas lain, jerawat dan infeksi kulit, kelamin dan saluran kemih. Minosiklin juga dapat membunuh bakteri dari hidung dan tenggorokan anda yang dapat menyebabkan meningitis.
*          Sediaan Antibiotika Tetrasiklin di Pasaran
·           Tetrasikin
Tetrasiklin dipasaran dalam bentuk kapsul dengan kandungan 250 mg dan 500 mg. Juga ada yang dalam bentuk buffer untuk mengurangi efek sampingnya mengiritasi lambung.
·           Doksisiklin
Doksisiklin di pasaran tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan kapsul dengan kandungan 50 mg dan 100 mg.
·           Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin di pasaran  tersedia dalam  bentuk sediaan kapsul 500 mg dan vial 50 mg/ml untuk injeksi.
·           MinosiklinMinosiklin dipasaran dalam bentuk kapsul dengan kandungan 50 mg dan 100 mg.

2.6     INTERAKSI ANTARA TETRASIKLIN DENGAN SUSU 
Cara pemberian obat yang berbeda akan mempengaruhi cepat lambatnya obat terabsorpsi, dengan kata lain juga akan mempengaruhi cepat lambatnya obat berefek. Begitu pun makanan dan minuman, sangat mempengaruhi proses absorpsi obat. Tergantung di mana obat diabsorpsi/tempat absorpsi obat, maka dengan menganalisis makanan/minuman yang masuk bersama obat, maka kita akan mudah memprediksi pengaruh keduanya kepada cepat lambatnya atau malah tidak terabsorpsinya obat.
Pemberian tetrasiklin bersamaan dengan susu menyebabkan interaksi sebagai berikut:

Susu (kalsium, magnesium, besi, dan aluminium)

Tetrasiklin


Khelat inaktif (tetrasiklin + logam)
Susu yang mengandung kalsium, magnesium, besi, dan aluminium bila dikonsumsi bersamaan dengan tetrasiklin akan membentuk khelat inaktif (tetrasiklin + logam) yaitu kompleks yang tidak larut. Susu juga mengandung protein dan lemak sehingga tetrasiklin tidak boleh diminum bersamaan dengan susu karena dapat menurunkan absorpsi dari tetrasiklin oleh lambung. Sehingga dapat menimbulkan kegagalan terapi pengobatan.



BAB III
PENUTUP
3.1     KESIMPULAN
          Tetrasiklin seharusnya tidak dikonsumsi bersamaan dengan susu (kalsium, magnesium, besi, dan aluminium) karena dapat menyebabkan khelat inaktif (tetrasiklin + logam) yaitu kompleks yang tidak larut, sehingga dapat menurunkan absorpsi dari tetrasiklin oleh lambung. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan terapi pengobatan.

3.2     SARAN                                                                                                                        Sebaiknya dalam mengkonsumsi tetrasiklin tidak bersamaan dengan susu. Lebih baik obat diminum dengan air putih, karena air putih akan melarutkan obat dalam lambung sehingga lebih mudah diserap.
         


DAFTAR PUSTAKA
AgroMedia, Redaksi, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat (431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit).PT.  Agromedia Pustaka. Jakarta
Tan Hoan Tjaya, Kirana Rahardja, 2007. Obat – Obat Penting (Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek Sampingnya). PT. Elex Media  Komputindo. Jakarta
http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/bolehkah_minum_obat_dengan_susu/
http://www.smallcrab.com/kesehatan/25-healthy/526-fisiologi-obat-bagi-tubuh-manusia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar